MAKALAH TENTANG ISSUE SEWA RAHIM
MATA KULIAH ETIKA KEPERAWATAN
Disusun
oleh :
1.
Sri Lestari (P1337420114057)
2.
Zulaikah Nur W (P1337420114058)
3.
Nur Rofikoh Bil K (P1337420114059)
4.
Fina Launarsari (P1337420114060)
5.
Diah Retnani (P1337420114061)
6.
Ita Fitriana (P1337420114062)
7.
Lina Setiya F (P1337420114063)
8.
Patricia Krisna K.S (P1337420114065)
9.
Fattah Dwi Arif (P1337420114066)
KELAS
1 A2
DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN
AKADEMIK 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami
panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada
waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Etika Keperawatan pada semester 1, di
tahun ajaran 2014, dengan judul Isu Sewa Rahim .Makalah
ini kami
selesaikan melalui refrensi dari berbagai media.
Dalam penyelesaian makalah
ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu
pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu,
sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ibu Titin , selaku dosen pembimbing mata kuliah Etika Keperawatan.
2.
Pihak-pihak yang terkait yang telah membantu, baik
bantuan material maupun non material.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih
dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif, guna pembuatan makalah yang lebih baik
lagi.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi tambahan pengetahuan tentang Isu Sewa Rahim.
Semarang, 16 September 2014
Kelompok 1
LEMBAR
PENGESAHAN
Makalah tentang Isu Sewa Rahim
ini disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Jum’at
Tanggal :
19 September
2014
Tempat :
Poltekkes Kemenkes Semarang
Semarang, 19 September 2014
Mengetahui
Dosen pembimbing
Titin Suheri, S.Kp, Ns. M.Sc
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
I.
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................
1
1.1Latar
Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3Tujuan
Penulisan............................................................................................ 2
II.
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................... 3
2.1 Pengertian..................................................................................................... 3
2.2 Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim.......................................................... 4
2.3 Macam-Macam Penyewaan Rahim............................................................... 4
2.4 Pandangan Sewa Rahim Menurut Hukum...................................................... 5
2.5 Pandangan
Sewa Rahim Menurut Hukum Islam............................................. 5
2.6 Pandangan
Sewa Rahim Menurut Etika......................................................... 6
2.7 Masalah
Etik Keperawatan Terhadap Sewa Rahim........................................ 7
2.8 Pemecahan
Masalah..................................................................................... 8
2.9
Contoh Kasus Sewa Rahim Di Indonesia
Maupun Di Luar Negri................... 9
III.
BAB III PENUTUP........................................................................................... 21
3.1.
Kesimpulan................................................................................................ 21
3.2.
Saran ........................................................................................................ 21
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang
memiliki naluri untuk melangsungkan hidupnya di dunia ini, salah satu dari
sifat insaniahnya itu ialah melanjutkan keturunannya sebagai pewaris
peradabannya. Sifat keibuan adalah naluri yang Allah anugerahkan bagi setiap
diri wanita. Bahkan mendapat zuriat adalah antara tujuan perkawinan
disyariatkan oleh Alalh SWT. Allah berfirman dalam Al-Quran (QS. Al Kahfi : 46)
:
المال والبنون زينة الحياة النيا
Artinya:
“Harta dan anak-anak adalh perhiasan hidip di dunia”
Namun,
takdir Allah SWT untuk menguji hamba-hambaNya dengan menjadikan suami isteri
tidak memperolehi anak setelah mendirikan rumahtangga dalam jangka masa yang
lama.Kemandulan, walaupun merupakan takdir Allah SWT dianggap sebagai suatu
penyakit kerana ia bertentangan dengan keadaan yang normal. Maka usaha untuk
mengubati penyakit merupakan perkara yang dituntut oleh syara’ selagi mana cara
yang digunakan tidak bertentangan dengan kehendak syara’. Perkembangan sains
dan teknologi berpengaruh juga pada cara manusia mengembangkan keturunannya,
sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara manusia melangsungkan dan
memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan melalui hubungan
langsung antara lawan jenis (Coitus/Bersenggama). Kedua, dapat
dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi berupa inseminasi buatan (Bayi
tabung).
Ilmu dan teknologi sekarang sangat
canggih, tapi sedikit sekali perhatian diberikan kepada studi mengenai
masalah-masalah etisnya. Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk
mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan
kesejahteraan manusia. Berdasarkan fenomena tersebut, saya akan membahas
tentang permasalahan etik yang terjadi karena teknologi, yaitu inseminasi
buatan / bayi tabung yang mana salah satu dari teknik tersebut adalah
penggunaan sewa rahim pinjaman. Di luar Indonesia, istilah sewa rahim ini
sering disebut dengan praktek surrogacy. Hal ini memang belum terjadi di
Indonesia tetapi bukan berarti Indonesia dapat menutup mata atas permasalahan
ini, karena permasalahan ini dilarang di Indonesia.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan
beberapa masalah, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan penyewaan
rahim?
2. Apa saja sebab atau tujuan penyewaan
rahim?
3. Bagaimana macam-macam penyewan
rahim?
4. Apa contoh yang pernah dilakukan di
Indonesia atau luar negri ?
5. Bagaimana pandangan sewa rahim
menurut hukum,etika,pandangan islam ?
6. Apa saja
masalah etik keperawatan terhadap sewa rahim ?
C. Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat
dirumuskan beberapa tujuan pembahasan. Adapun tujuannya yakni sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian penyewaan
rahim
2. Mengetahui sebab atau tujuan
penyewaan rahim
3. Mengetahui macam-macam penyewaan
rahim
4. Mengetahui contoh-contoh penyewaan
rahim
5. Mengetahui pandangan sewa rahim
menurut hukum,etika,pandangan islam
6. Mengetahui
masalah etik keperawatan terhadap sewa rahim
BABII
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Sewa rahim / rahim pinjaman sering disebut juga surrogate
mother (Ibu pengganti),yaitu seorang wanita yang mengadakan perjanjian dengan
pasangan suami istri yang mana si wanita bersedia mengandung benih dari
pasangan suami istri infertil tersebut dengan imbalan tertentu (oktavinola,
2009).
Sewa rahim yaitu menggunakan rahim wanita lain untuk
mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki
(sperma) (pasangan suami isteri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut
sehingga dilahirkan. Pasangan suami istri, membayarkan sejumlah uang kepada ibu
tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yang sanggup
mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu tumpang akan
menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan
(saifxs, 2008).
Penyewaan
rahim dalam bahasa Arab dikenali dengan berbagai nama,
diantaranya الام المستأجرة, الام البديلة, الام
الكذيبة, الرم المستعار, تأجير الارحام tetapi lebih dikenali sebagai الرحم المستأجر dan الام البديلةmanakala dalam bahasa Inggeris pula
dikenali sebagai ‘surrogate mother’.
Menggunakan
rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah
disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (yang kebiasaannya suami isteri), dan
janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu
diberikan semula kepada pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak
tersebut dikira anak mereka dari sudut undang-undang.
Kaedah
ini dikenali dengan sewa rahim karena lazimnya pasangan suami isteri yang ingin
memiliki anak ini akan membayar sejumlah wang kepada ibu tumpang atau syarikat
yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang (si penyewa rahim) yang sanggup
mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu tumpang tersebut
akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang
dijanjikan.
B.
Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim
Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa rahim
dilakukan di karenakan (saifxs,2008) :
1. Seseorang wanita tidak mempunyai harapan
untuk mengandung secara biasa kerana ditimpa penyakit atau kecacatan yang
menghalangnya dari mengandung dan melahirkan anak.
2. Rahim wanita tersebut dibuang kerana
pembedahan Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul bebanan
kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh
badannya dengan mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan.
3. Wanita yang ingin memiliki anak
tetapi telah putus haid (menopause) Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan
menyewakan rahimnya kepada orang lain.
C. Macam-Macam Penyewaan Rahim
1) Benih isteri (ovum) disenyawakan
dengan benih suami(sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.
Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi
rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang
kronik atau sebab-sebab yang lain.
2) Sama dengan bentuk yang pertama,
kecuali benih yang telah disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim
ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3) Ovum isteri disenyawakan dengan
sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.
Apabila suami mandul dan isteri ada gangguan kehamilan.
4) Sperma suami disenyawakan dengan
ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini
berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan rahimnya tidak mampu
memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid
(menopause).
5) Sperma suami dan ovum isteri
disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami
yang sama.
D. Pandangan Sewa Rahim
Menurut Hukum
Di indonesia, peraturan mengenai bayi tabung diatur secara
umum dalam pasal 16 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan keputusan
menteri kesehatan No. 72 / menkes / per / ii / 1999 tentang penyelenggaraan
teknologi reproduksi buatan. dari kedua peraturan tersebut dengan jelas
dikatakan bahwa praktek surrogacy dilarang pelaksanaannya di
Indonesia.
Hal ini dipertegas
dengan adanya sangsi pidana yang dapat dikenakan bagi yang melakukan ( pasal 82
UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan),akan tetapi jika si pasangan suami
isteri melakukan prakteksurrogacy di luar negeri yang mengizinkan
praktek tersebut dan kemudian anak yang lahir dari praktek surrogacy itu
dibawa ke indonesia maka akan menimbulkan permasalahan hukum mengenai status
anak tersebut. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengatur mengenai
status anak yang lahir dari praktek surrogacy, dan tidak ada
peraturan yang dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik (oktavinola, 2009).
E. Pandangan Sewa Rahim
Menurut Hukum Islam
Dalam hal ini para ulama telah sepakat tentang pengharaman
sewa rahim dalam keadaan berikut: menggunakan rahim wanita lain selain isteri,
percampuran benih antara suami dan wanita lain, percampuran benih isteri dengan
lelaki lain, atau memasukkan benih yang disenyawakan selepas kematian suami
isteri, sebagaimana pendapat Syekh Jad Al-Haq Ali Jad Al-Haq, Syekh Al-Azhar
bahwa hal tersebut hukumnya haram, karena akan menimbulkan percampuradukkan
nasab.Argumen yang dikemukakan para ulama antara lain:
1) Praktek di atas identik dengan nikah
istibdha’ / zina walaupun keadaan sperma sudah dibuahi (tidak menyendiri)
seperti diungkapkan oleh Dr. Jurnalis Udin: "Memasukan benih ke dalam
rahim wanita lain sama dengan bersetubuh dengan wanita itu.”
2) Qaidah usul mengatakan,
"Al-Ashlu Fil Ibdha’ Al-Tahrim" (Pada dasarnya dalam urusan kelamin
(percampuran) hukumnya haram). Kontrak rahim termasuk meletakan sperma pada
sebuah rahim yang tidak halal baginya. Sedangkan perempuan yang rahimnya
dikontrakkan jelas bukan isterinya. Sperma dari siapapun kecuali sperma
suaminya, haram dimasukkan ke dalam rahimnya.
3) Dalam surat Al-Maarij ayat 31 Allah
berfirman: "Maka barangsiapa yang menghendaki selain yang demikian itu
(bercampur kepada isterinya atau hamba sahaya yang dimilikinya) maka mereka itu
adalah orang-orang yang melewati batas.”
4) Bagaimana jika alasannya dharurat
(terpaksa)? KH. Rusyad Nurdin berkomentar: "Itu bukan dharurat, tapi
memenuhi keinginan (bukan terpaksa tapi dipaksakan). Bila seorang wanita sakit
lalu harus dioperasi dan hanya ada dokter laki-laki, itu baru dharurat,
hukumnya tetap, tapi boleh dilakukan.”
F.Pandangan Sewa Rahim Menurut Etika
Masalah ini di indonesia memang belum terlalu tenar mungkin
karena batasan-batasan dalam agama dan hukum yang membuat hal ini kurang
terdengar dalam beberapa agama, kasus ibu pengganti / rahim pinjaman ini oleh
beberapa pendapat dianggap sebagai suatu hal yang haram dan harus dilarang. Ada
juga pendapat yang mengatakan bahwa kasus ibu pengganti sama dengan konsep “ibu
penyusuan” yang memang diakui dalam agama. tetapi yang diperbolehkan hanyalah
jika donor sel sperma dan sel telur berasal dari suami-istri yang sah. jika
salah satu (sel telur atau sel sperma) bukan berasal dari suami-istri, hal itu
tidak diperbolehkan.
Hukum di indonesia sendiri tidak mempersoalkan apakah benih
itu berasal dari orang lain, tetapi lebih kepada apakah anak itu lahir dari
perkawinan yang sah. dengan kata lain seorang anak yang lahir diakui hanya dari
ikatan perkawinan yang sah, tanpa mempersoalkan bagaimana terjadinya hal itu
(dari siapa benihnya dan bagaimana caranya). tetapi di lain pihak, analisis dan
tes DNA sering dipakai juga untuk menentukan siapa orangtua si anak. hal ini
terjadi pada kasus laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap
kehamilan seorang wanita.
Jika salah satu donor (sel sperma atau sel telur) bukan
berasal dari pasangan suami istri yang sah, di indonesia hal itu masih
dilarang. secara hukum, juga secara agama. secara moral itu disamakan dengan
perzinaan, dan anak yang lahir tidak diakui secara hukum dan agama.
Di luar negeri (Usa, Inggris, dan Negara-Negara Eropa) juga
mendapatkan payung hukum. bahkan keberadaan bank sperma / bank sel telur juga
diakui oleh mereka. bahkan konstitusi Amerika menjamin hak konstitusional tiap
orang untuk menentukan cara mereka memiliki anak kandung, baik melalui sanggama
atau dengan cara lainnya. oleh karena itu tidak boleh ada yang melarang atau
membatasi penggunaan cara-cara lain dalam memperoleh anak seperti ibu pengganti
atau donor gamet dari orang lain. tetapi pada umumnya yang dilarang adalah
komersialisasi dari cara-cara itu.(goldfriend, 2007)
G. Masalah Etik Keperawatan Terhadap Sewa Rahim
Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam
lingkungan tertentu atau etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan
kesehatan. Pada kasus sewa rahim, masalah etis yang mungkin terjadi di lihat
dari pendekatan teoretis, yaitu:
a) Perawat yang menggunakan pendekatan
teologik terhadap isu etis sewa rahim mempertimbangkan bahwa hal tersebut
diperbolehkan untuk menolong pasangan sumi istri yang tidak mungkin memiliki
keturunan secara ilmiah karena penyakit atau kelainan, dan mungkin bagi wanita
yang secara sengaja menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga
kecantikan dan bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien
yang harus dihargai oleh perawat.
b) Perawat yang menggunakn pendekatan
deontologik terhadap sewa rahim, mungkin akan mempertimbangkan bahwa secara
moral penyewaan rahim tersebut merupakan hal yang buruk untuk dilakukan karena
bila dipandang dari segi agama, hal tersebut mirip dengan kehamilan dan
kelahiran melalui perzinaan walaupun tidak ada penetrasi langsung dari penis ke
vagina, sehingga hukumnya haram karena akan terjadi pencampuran nasab.
Sedangkan dari segi hukum, dapat menimbulkan masalah dalam kaitanya dalam hal
kewarisan.
H. Pemecahan Masalah
Refleksi secara etis mengenai kemajuan teknologi sudah mulai
dikembagkan di beberapa negara dengan dibentuknya komisi-komisi etis yang
menjadi semacam “ hati nurani”, agar dapat diberikan pelayanan yang lebih
menusiawi pada pasien. komisi dapat dikonsultasikan jika direksi dan staf etis
mengalami keraguan etis dalam menjalankan tugasnya, dan komisi sendiri dapat
mengambil inisiatif juga, jika menurut pendapatnya telah terjadi pristiwa yang
dari segi moral menimbulkan tanda tanya, sehingga diharapakan dengan ini
kesulitan-kesulitan etis dapat diatasi dengan memuaskan.Menurut AB Loubis SH,
dengan merujuk pada Qararat Maj-lis Al-majma Al-fiqhi Al-Islami yang bersidang
di Makkah tanggal 19-28 Januari 1985 menunjukkan bahwa yang dibolehkan oleh
Islam adalah:
a) Jika sepasang suami isteri yang
sama-sama subur tapi sperma suami tidak pernah sampai secara tepat di dalam
rahim isterinya, pemecahannya adalah: suami disuruh masturbasi lalu sperma yang
keluar ditanamkan ke dalam rahim isterinya lewat tabung FIV.
b) Jika sepasang suami isteri subur
tapi ternyata sel yang menghubungkan telur dengan rahim terblokade.
Pemecahannya dilakukan di luar rahim. Setelah terjadi pembuahan, segera
ditanamkan kembali ke rahim si ibu.
c) Jika rahim wanita lemah sedangkan
suami subur dan isterinya juga, pemecahannya adalah dengan melakukan pembuahan
di luar rahim lalu menitipkan bakal bayi itu ke rahim isteri lainnya yang sah
(tentunya si laki-laki harus terlebih dahulu beristeri lebih dari satu).
Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan pada
situasi-situasi pasien dimana perawat dapat membantu pasien dalam
mengidentifikasi bidang-bidang konflik, memilih dan menentukan berbagai
alternative, menetapkan tujuan, dan melakukan tindakan. Khususnya dalam masalah
etis sewa rahim ini, perawat dapat menerapkan langkah-langkah tersebut dalam
memberkan konsultasi pada sorang yang akan melakukan tindakan tersebut.
I.Contoh Kasus
Sewa Rahim Di Indonesia Maupun Di Luar Negri
·
KASUS
NYATA PRO SEWA RAHIM
a. Kasus 1:
Surrogacy di India: rahim di Sewa
Dengan Amritapa
Basu :
"Saya
merasa bayi yang sedang tumbuh dalam rahim saya untuk sembilan bulan, namun
saya tahu dalam hati saya bahwa pada akhirnya, saya harus berpisah dengannya.
Ini merobek hatiku off setiap kali, tetapi menjadi miskin bisa membuat Anda
melakukan apa pun ", kata Mili. Milis seperti banyak hidup dalam
masyarakat kita yang rela menyewakan rahim mereka untuk pasangan tanpa anak
untuk menambahkan sedikit tambahan pendapatan mereka yang terbatas ibu
pengganti -. Sebuah isu yang telah memicu banyak perdebatan hukum dan moral.
Meskipun
komersial surrogacy disahkan di India pada tahun 2002, faktor emosional dan
kesehatan tetap tidak terjawab. India adalah tujuan favorit bagi pasangan
internasional karena lebih murah untuk mendapatkan pengganti bersedia
dibandingkan di negara maju. Telah diperkirakan bahwa jumlah total uang yang
diperlukan di India - pemeliharaan rumah sakit, pengganti klinis, biaya dan
pengeluaran pengiriman, pemeriksaan kesehatan rutin-up juga biaya tiket
penerbangan dan hotel, datang untuk sekitar sepertiga dari harga dibandingkan
dengan pergi melalui prosedur di Inggris. Seorang ibu pengganti di India dapat
menerima hingga 2-3 lakh untuk melahirkan anak. Dalam kebanyakan kasus, telah
diamati bahwa suami dari wanita relawan ini bertaruh setiap hari yang tidak
mampu untuk mendapatkan cukup uang untuk mendukung keluarga, untuk memberikan
masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Surrogacy yang
memilih oleh pasangan yang tidak mampu untuk hamil anak mereka sendiri karena
masalah fisik tertentu. Mereka memilih surrogacy di adopsi karena mereka tidak
ingin menghadapi ketat 'merah-tape' dari prosedur adopsi dan juga ingin mencoba
semua cara yang mungkin untuk memiliki anak biologis mereka sendiri sebelum
mereka pergi untuk adopsi. Pusat IVF telah meningkat pesat setelah tahun 2002
dan sehingga memiliki kerumunan pasangan calon yang datang ke India dengan
harapan akan pulang dengan satu kecil mereka sendiri.
Di India,
ibu pengganti cenderung dianggap orang buangan sosial. Mereka harus menjaga
hal-hal rahasia seperti anak orang lain bantalan membawa serta stigma dan
ostracizing sosial. Di atas itu, para perempuan harus menghadapi perlakuan
tidak manusiawi di klinik. Mereka dipaksa untuk inseminasi buatan berulang
dalam kasus upaya sebelumnya gagal. Mereka tidak diizinkan untuk memenuhi calon
orang tua atau meminta untuk pembayaran sebelum anak diserahkan kepada
pasangan. Dalam beberapa kasus kelainan genetik terdeteksi, dia dipaksa untuk
pergi untuk aborsi meskipun ia mungkin pro-kehidupan dan dibuat untuk pergi
melalui seluruh proses sekali lagi.
Namun,
klinik-klinik kesuburan mengklaim bahwa pengganti yang diambil perawatan yang
baik dari dan ketentuan untuk tidak membiarkan pengganti dan akan-menjadi
orangtua adalah demi kepentingan mereka berdua. Hal ini untuk mencegah
eksploitasi oleh salah satu dari mereka. Mereka mengatakan bahwa surrogacy
adalah pekerjaan sosial yang mulia sebagai pasangan tanpa anak mendapatkan
dikaruniai anak mereka sendiri.
Murah
'menyewa rahim' bagi pasangan dan kembali menguntungkan untuk
'rahim-membiarkan' mungkin jawabannya depan ekonomis namun dalam ketiadaan yang
ketat perawatan kesehatan undang-undang, yang harus disalahkan jika kesehatan
ibu pengganti itu gagal atau dia mati. Lebih sering daripada tidak, para
perempuan memiliki anak cukup beberapa mereka sendiri dan dia mati dalam proses
kehamilan pengganti diulang dalam upaya hiruk pikuk untuk membuat uang, apa
yang akan terjadi pada anak-anaknya sendiri? Seseorang tidak boleh lupa fakta
bahwa angka kematian ibu di India adalah salah satu yang tertinggi di antara
negara-negara berkembang.
Dikatakan bahwa
'ibu' adalah hal terbaik yang dapat terjadi pada seorang wanita tetapi ketika
rahim diletakkan keluar di sewa bukan sesuatu yang lebih dari uang yang
dipertaruhkan? Setelah semua, itu lebih dari sekedar kewajiban moneter.
b.
Kasus
2:
Jasa Penyewaan Rahim Wanita Legal di India
Banyak
Wanita Yang Meyewakan RahimNya
Permintaan
sewa rahim dari negara-negara di dunia terus meningkat. India adalah salah satu
negara yang paling menikmati tingginya permintaan sewa rahim. Wanita di India
melakukan sewa rahim untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Sosiolog Australia
Catherine Waldby dari University of Sydney dalam sebuah konferensi baru-baru di
Brisbane mengatakan, India bisa mengalahkan Amerika Serikat untuk tempat
melakukan sewa rahim terutama potensi permintaan dari negara-negara berkembang.
"Menyewakan
alat reproduksi telah menjadi suatu pekerjaan bagi wanita di sejumlah
tempat," kata Waldby dalam pidatonya di acara Asia-Pacific Science,
Technology and Society Network Conference, yang diselenggarakan Griffith
University seperti dilansir darai ABC. Pasangan suami istri di sejumlah negara
kini memilih India untuk menanamkan janin dari hasil bayi tabung yang kemudian
dipindahkan ke rahim wanita India atau yang dikenal dengan kehamilan pengganti.
Waldby
mengatakan, pemerintah India melegalkan sewa rahim dengan membuat sebuah pusat
untuk model sewa rahim. Pemerintah India juga membuat visa khusus atau visa
medis untuk memfasilitasi orang yang datang untuk keperluan medis termasuk sewa
rahim. India menjadi pilihan sewa rahim karena biaya operasi, tenaga ahli dan
klinik kesuburan jauh lebih murah dibandingkan AS. Sewa rahim di India hanya
US$ 50.000-60.000 atau Rp 50-60 juta (kurs 10.000/US$) per bayi.
Sedangkan
biaya sewa rahim untuk pasangan asing dari barat dikenai biaya US$
15.000-20.000 atau Rp 150-200 juta. Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan
sewa rahim di AS yang sebesar US$ 100.000 atau Rp 1 miliar. "India sangat
kompetitif menawarkan harganya dibanding AS," kata Waldby. Dia memperkirakan
industri sewa rahim di India akan tumbuh sangat pesat. India mendapatkan
pemasukan dari sini sebesar US$ 445 juta atau Rp 4,456 triliun pada 2-3 tahun
lalu.
"Permintaan
sewa rahim sangat besar dan banyak yang tidak terpenuhi karena sebagian besar
negara di dunia tidak mengizinkan praktik sewa rahim komersial. Orang akan
banyak melakukannya jika biayanya juga terjangkau," ujar Waldby. Waldby
mengatakan bagi wanita India, menyewakan rahim adalah salah satu jalan untuk
menghasilkan uang. Apalagi risiko sewa rahim juga dapat ditekan. Namun di balik
manfaat uangnya, aktivis perempuan India Preetie Nayak mengatakan sewa rahim
ini terus mendatangkan perdebatan publik. wanita India akan mendapat stigma
buruk jika ketahuan melakukan sewa rahim.
Tapi wanita
yang menyewakan rahim itu melahirkan jauh dari rumahnya. Jika ada yang
menanyakan bayinya, mereka kadang mengatakan bayinya meninggal dari pada
mengakui telah dibayar sebagai wanita yang menyewakan rahim.
Salah satu
pasangan yang melakukan sewa rahim di India adalah suami istri Chris dan Susan
Morrison asal Inggris. Dengan membayar biaya 8.000 poundsterling atau Rp 116
juta (kurs 14.500/pounds) kepada wanita India usia 24 tahun. Keduanya
mendapatkan bayi kembar laki-laki yang lahir di Mumbai 1 Maret 2009 yang dinamakan
Louis dan Freya. Nyonya Morrison memilih melakukan sewa rahim karena ia
menderita kelainan darah yang membuatnya tak mampu hamil hingga masa penuh 9
bulan. "Ini keajaiban. Kami telah mendapat dua bayi laki-laki dan
perempuan. Ada saat-saat ketika aku pikir ini tidak akan pernah terjadi,"
kata Morrison seperti dikutip dari Dailymail.
·
KASUS NYATA KONTRA SEWA RAHIM
a)
Kasus
1:
Penyewaaan Rahim menurut
Islam
Prof. Robert
Edwards
Saya terusik
dengan salah satu berita yang terpampang pada harian Kompas tanggal 7 Oktober
2010 dengan waktu posting pukul 05.10 dengan judul “Vatikan Kecam Nobel Untuk
Bayi Tabung”.Karena kebetulan juga saya sedang membaca Qodoya Fiqhiyah
Mu’ashiroh (masalah-masalah Fiqh kontemporer) karya Dr. Muhammad Ro’fat Utsman
salah satu guru besar fiqh muqorin (Fiqh lintas madzhab) di Al Azhar University
maka saya ingin menuliskan sedikit tentang hal yang berkaitan dengan bayi
tabung yang biasanya dalam istilah fiqhnya disebut dengan isti’jarul arham
(penyewaan rahim).
Telah kita ketahui
bersama bahwa prosedur penciptaan bayi tabung diawali dengan pembuahan sel
telur diluar tubuh dan kemudian ditanam didalam kandungan. Dan topic yang akan
kita bahas adalah pembuahan sel telur oleh sperma dari pasangan suami istri
yang nantinya akan ditanam pada wanita lain. Karena kalau terjadinya pembuahan
antara ovum dan sperma dari selain pasutri maka hukumnya sudah jelas-jelas
haram. Makanya kita prsempit pembahasan pada pembuahan yang terjadi dari
pasangan suami istri di luar rahim yang kemudian di tanam pada rahim perempuan
lain.
Penyewaan rahim
baik dengan suka rela atau dengan imbalan berupa materi dan dengan tujuan
apapun di hukumi haram dalam islam. Pendapat tersebut mengacu kepada salah satu
kitab turots karya Imam Al Barmawy yang berjudul Hasyiyah Al Barmawy ‘Ala
Syarhi Ghoyati Libni Qosim Al Ghuzzy (selesai th. 1074 H.) dan pendapat Imam
Romly
(W.1004 H.).
(W.1004 H.).
Dalam
hasyiyah Al Barmawy disebutkan bahwa:jika ada seorang sayid menggauli salah
satu amat (budak perempuan) yang ia miliki dan ternyata terjadi pembuahan,
kemudian setelah terjadi pembuahan bakal orok tersebut dipindahkan kepada
amatnya yang lain, maka apakah amat yang kedua menjadi amat mustauladah yang
nanti apabila tuannya meninggal dengan otomatis ia merdeka? Untuk pertanyaan
tadi Imam Syibromalisy mengatakan bahwa amat yang kedua (yang hamil dan
melahirkan) tidak dihukumi mustauladah, karena asal muasal anak yang ia kandung
berasal dari sel telur dan sperma orang lain.
Berkaitan
dengan pernyataan tadi, Imam Romly juga mengatakan bahwa: jika ada seorang
sayid (pemilik amat) meninggal dengan meninggalkan amat yang tidak hamil akan
tetapi si amat telah menyimpan mani sayidnya dan dimasukan kedealam rahim agar
terjadi pembuahan dengan tujuan dia dapat memerdekakan dirinya dengan lantaran
kehamilannya, maka si amat tidak dihukumi mustauladah (merdeka selepas kematian
sayidnya), dengan alasan si amat tadi tidak lagi dimiliki oleh sayid yang telah
meninggal, akan tetapi telah berpindah tangan kepada ahli waris dari sayidnya,
walaupun nasab dari anak yang dikandungnya tetap kepada si sayid.Terinspirasi
dari dua buah fatwa ulama masa pertengahan tersebut, ulama-ulama kontemporer
banyak mendapatkan pencerahan mengenai hukum-hukum islam kontemporer, hususnya
masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu kesehatan. Tak terkecuali dengan
masalah yang kita bahas kali ini.Untuk masalah penyewaan rahim, ulama
bersepakat bahwa masalah ini merupakan masalah yang terlarang dalam islam
dengan menimbang beberapa alas an yaitu:
1). Tidak
adanya tali pernikahan diantara pemilik sperma dan pemilik rahim.
Dalam
syariat islam, syarat mutlak atas status legal/sah dari kelahiran seorang anak
ke alam semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada
seorang perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi
kehamilan yang tidak sah, begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya
penyewaan rahim, maka dihawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang
dijadikan tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya
perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan
terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi-lagi islam
sangat-sangat menjaga kesucian nasab.
2). Adanya hubungan
syar’I (nikah) diantara hak punya anak dari rahim tertentu dengan diperbolehkannya berhubungan
badan dengan pemilik rahim tersebut.
Mungkin
anda bingung memahami kalimat tersebut diatas. Begini gambarannya jika
seseorang mempunyai hak berhubungan badan dengan seorang perempuan maka ia
berhak menabur benihnya ke dalam rahim perempuan tersebut, dan jika ia tidak
berhak berhubungan badan dengannya maka ia juga terlarang memanfaatkan rahimnya
untuk menabur benih. Lah.. dalam kasus yang kita bicarakan ini masuk dalam
kategori terlarang memanfaatkan rahimnya, karena perempuan tadi tidak boleh di
jamah dikarenakan tidak ada ikatan resmi (nikah).Kalau si laki-laki punya dua
istri bagaimana? Misalkan istri yang pertama tidak bisa hamil dan meminta istri
yang kedua untuk mengandung benihnya. Dalam contoh ini kan terdapat hubungan
syar’I diantara laki-laki yang punya sperma dan wanita yang diminta untuk
menjadi tempat penanaman benih. Yaitu selaras dengan kaidah diatas (Jika
seseorang mempunyai hak untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan, maka
ia juga berhak menabur benih dalam rahim perempuan tersebut). Apakah dalam
contoh ini penyewaan rahim dapat dibenarkan?Untuk masalah seperti ini, ulama
berpendapat bahwa hukum dari penanaman benih kedalam rahim istri kedua
(penyewaan rahim) tetap dihukumi tidak boleh dengan alasan mungkin disuatu saat
nanti akan menimbulkan masalah diantara keduanya. Misal saja pertengkaran dan
lain sebagainya. Padahal Al Qur’an jelas-jelas melarang pertengkaran. Wala
tanaza’u fatafsyalu. Artinya janganlah kalian semua bertengkar, hal itu akan
menjadikan kerugian besar (Al Anfal:46).
Jika memang
sudah terjadi kesepakatan diantara kedua istri laki-laki tersebut, hukumnya
bagaimana. Tetap saja dihukumi haram. Karena walaupun bagaimana pasti nanti
akan muncul rasa kehilangan dari perempuan yang mengandung dan melahirkan.Dan
juga kita dihadapkan pada hukum pemisahan anak dengan ibunya yang nyata-nyata
telah di hukumi haram juga. Untuk menggambarkan rasa kehilangan dari perempuan
yang pada awal mulanya merasa ikhlas melepas anak yang kan dilahirkannya,
mungkin anda bisa nonton film india yang diperankan oleh Salman Khan, Karisma
Kapoor dan Pretty Zinta dengan cerita yang hampir mirip dengan deskripsi
masalah diatas.
3). Rahim tidak termasuk dalam barang yang bisa diserah
terimakan dengan imbalan materi misalkan dengan disewa atau diperjual belikan
atau dengan tanpa imbalan misalkan dipinjamkan atau diserahkan dengan sukarela.
4). Syara’
mengharamkan setiap perbuatan yang dapat menimbulkan terjadinya persengketaan.
5). Adanya larangan agama atas hal yang dapat
menimbulkan ketidak jelasan nasab.
6).
Terkadang dapat terjadi penyia-nyiaan terhadap anak yang dihasilkan dari
penyewaan rahim, misalkan saja kalau terjadi cacat pada anak tersebut atau
hal-hal yang tidak dapat diterima oleh pihak penyewa, dan pihak yang disewa
juga tidak mau merawatnya karena tidak termasuk dalam perjanjian.
b)
Kasus
2:
Semarang,
Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Tapi jangan salah, praktik
sewa rahim ternyata sudah banyak dilakukan secara diam-diam dan tertutup di
kalangan keluarga. Seperti apa sewa rahim di Indonesia?“Ada tapi diam-diam,”
kata aktivis perempuan Agnes Widanti dalam seminar ‘Surrogate Mother (Ibu
Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral, dan Legal’ di Ruang Teater Thomas
Aquinas, Universitas Katolik (Unika) Soegiyapranata Semarang, Jl Pawiyatan
Luhur, Sabtu (5/6/2010).
Agnes yang
juga pengajar Unika dan koordinator Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA)
Jateng itu mengacu pada thesis mahasiswinya yang berjudul ‘Penerapan Hak
Reproduksi Perempuan dalam Sewa-menyewa Rahim’. Thesis itu mengambil lokasi di
Papua dan menjelaskan adanya sewa-menyewa rahim.“Hanya, sewa-menyewa itu tak
pernah dimasalahkan karena dilakukan dalam lingkup keluarga. Jadi ada keponakan
yang menyewa rahim tantenya agar bisa mendapatkan anak,” imbuh perempuan
bergelar profesor ini.
Kasus sewa
rahim yang sempat mencuat adalah pada Januari 2009 ketika artis Zarima Mirafsur
diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami
istri pengusaha. Zarima, menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan mendapat
imbalan mobil dan Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut. Tapi kabar ini
telah dibantah Zarima.Menurut Agnes, jika kasus sewa rahim Zarima tidak dapat
diverifikasi, thesis yang dilakukan mahasiswanya benar-benar terjadi yang
praktiknya dilakukan diam-diam.
Sebab itu,
Agnes bersama dua pembicara lainnya dalam acara itu, Liek Wilardjo (Dosen UKSW
Salatiga) dan Sofwan Dahlan (Pakar Hukum Kesehatan Undip), berharap pemerintah
memperhatikan masalah tersebut. Sewa-menyewa rahim bukan persoalan biologis
semata, tapi juga kehidupan dan kemanusiaan.“Selama ini, hukum terlambat
merespon kebutuhan,” kata Sofwan Dahlan.
Baik Agnes
maupun Dahlan menyebut wacana sewa rahim bukan bermaksud latah, melainkan
antisipasi terhadap problem kehidupan. Tidak menutup kemungkinan, banyak
pasutri yang ingin melakukan sewa rahim, sehingga memilih ke luar negeri karena
di dalam negeri belum diizinkan.Seorang peserta seminar, dr Iskandar mengaku
menerima keluhan pasutri yang kesulitan mempunyai keturunan karena faktor
biologis si perempuan. “Saya tak bisa menyarankan mereka agar sewa rahim karena
memang di negara kita tak ada payung hukumnya,” katanya.
Seminar
yang digelar Magister Hukum Kesehatan itu diikuti sekitar 100 orang. Mereka
terdiri dari mahasiswa, kalangan medis, dan aktivis sosial.Larangan sewa rahim
di Indonesia termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Teknologi Reproduksi Buatan.Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga hanya
mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung yang boleh dilakukan tapi tidak dengan
penyewaan rahim.
c)
Kasus
3:
Fenomena Sewa Rahim: Siapa yang Rugi?
Akhir-akhir
ini marak berita mengenai artis Zarima Mirafsur yang rela menyewakan rahimnya
pada sepasang suami istri kaya raya di Surabaya. Imbalannya tidak
tanggung-tanggung, uang 50jt plus sebuah mobil. Namun kabarnya Zarima
menyangkal berita itu dan mengatakan kalau ia tidak akan pernah menyewakan
rahimnya untuk sebuah bayaran.Penyewaan rahim sebenarnya sudah terjadi di Eropa
sejak lama. Bayarannya pun cukup menggiurkan, sekitar USD 40.000 untuk jangka
waktu penyewaan selama 9 bulan kandungan. Sementara di Asia, terutama di India
dan China, bisnis penyewaan rahim berharga di bawah USD 5.000. Di negeri kita
sendiri bisnis ini telah ada sejak 1970, yaitu sejak ditemukannya program bayi
tabung.
(dari berbagai
sumber)
Dalam program
bayi tabung, sprema suami dan sel telur istri dipertemukan dalam tabung, lalu
ditanamkan dalam rahim si istri, jadi pembuahan dilakukan diluar rahim. Dalam
hal ini berarti si anak benar-benar adalah anak kandung dari kedua suami istri
tersebut.
Nah sekarang ini
ada yang lebih aneh yaitu bahwa pembuahan tetap dilakukan di dalam rahim, namun
rahim itu milik wanita yang disewa. Ini berarti sel telur yang dibuahi adalah
bukan sel telur istri yang sah. Jadi si suami melakukan hubungan sexual seperti
biasa namun dengan si wanita sewaan yang tentunya telah mereka pilih bibit,
bebet dan bobotnya dan disertai perjanjian tertentu dan pembayaran sejumlah
yang telah disepakati. Alasan mereka melakukan ini bisa bermacam-macam, bisa
karena si istri memang tidak bisa mengandung karena berbagai hal (penyakit
tertentu), atau karena memang si istri ogah menjalani repotnya hamil, sakitnya
melahirkan, serta betapa berantakannya bentuk tubuhnya setelah beranak
nantinya.
Menurut MUI jika pembuahan dilakukan di luar perkawinan
artinya itu adalah zina. Dalam kasus ini perzinahan memang telah terjadi,
bagaimana tidak karena si suami melakukan hubungan sex dengan wanita lain.
Meskipun wanita itu telah dibayar, dan atas ijin si istri, namun dalam segi
moral ini adalah sebuah legalisasi perzinahan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah kami gali, kaji, dan paparkan maka kami dapat
memberikan kesimpulan bahwa :
1).Penyewaan
rahim hukumnya haram, hal ini sesuai dengan kesepakatan
Para ulama’ yang
bertumpu pada undang-undang syari’at Islam dan undang-undang Negara
2)..Adapun Bentuk penyewaan rahim yang
tidak disepakati pengharamannya oleh para ulama’ ialah sperma suami dan ovum
isteri yang disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain
bagi suami yang sama, atas hal ini ada ulama’ yang mengharamkan dan ada juga
yang mengharuskan.
B. SARAN
Pemerintah
hendaknya tegas terhadap permasalahan ini, karena jika tidak, masalah penyewaan
rahim wanita bisa merugikan kaum perempuan yang sampai saat ini masih
dikesampingkan suaranya dan juga akan mengakibatkan penyelisihan diantara
orang-orang yang berkaitan dalam masalah ini dikemudian hari
(bertentangan dengan Maqasid As Syari’ah).
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.
2009. Surrogate Mother. http://oktavinola.blogspot.com./surrogate-motheribu-pengganti_28.html(12 november2009)
Goldfriend.2009.Sewa Rahim Dari Segi Etika Kesehatan.
Ismani,
nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Priharjo,
Robert. 1995. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Saifxs.2008.Makalah Bayi Tabung.
http://docstoc.com./MOTHERdocINSEMINASI-BUATAN.html(12 november 2009)