Jumat, 14 November 2014


MAKALAH TENTANG ISSUE SEWA RAHIM
MATA KULIAH ETIKA KEPERAWATAN



Disusun oleh :
1.      Sri Lestari                        (P1337420114057)
2.      Zulaikah Nur W               (P1337420114058)
3.      Nur Rofikoh Bil K           (P1337420114059)
4.      Fina Launarsari                (P1337420114060)
5.      Diah Retnani                    (P1337420114061)
6.      Ita Fitriana                       (P1337420114062)
7.      Lina Setiya F                    (P1337420114063)
8.      Patricia Krisna K.S          (P1337420114065)
9.      Fattah Dwi Arif                (P1337420114066)

KELAS 1 A2

DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

KATA PENGANTAR

           
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Keperawatan pada semester 1, di tahun ajaran 2014, dengan judul Isu Sewa Rahim .Makalah ini kami selesaikan melalui refrensi dari berbagai media.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.      Ibu Titin  , selaku dosen pembimbing mata kuliah Etika Keperawatan.
2.      Pihak-pihak yang terkait yang telah membantu, baik bantuan material maupun non material.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna pembuatan makalah yang lebih baik lagi.

            Harapan kami, semoga makalah  yang sederhana ini, dapat memberi tambahan pengetahuan tentang
Isu Sewa Rahim.



Semarang, 16 September 2014



Kelompok 1



LEMBAR PENGESAHAN


Makalah tentang  Isu Sewa Rahim ini disetujui dan disahkan pada :
Hari                  : Jum’at
Tanggal            : 19 September 2014
Tempat             : Poltekkes Kemenkes Semarang

Semarang, 19 September 2014

Mengetahui
Dosen pembimbing


         Titin Suheri, S.Kp, Ns. M.Sc






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
I.  BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1Latar Belakang Masalah  ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
II.  BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................... 3
2.1 Pengertian..................................................................................................... 3
2.2 Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim.......................................................... 4
2.3 Macam-Macam Penyewaan Rahim............................................................... 4
2.4 Pandangan Sewa Rahim Menurut Hukum...................................................... 5
2.5 Pandangan Sewa Rahim Menurut Hukum Islam............................................. 5
2.6 Pandangan Sewa Rahim Menurut Etika......................................................... 6
2.7 Masalah Etik Keperawatan Terhadap Sewa Rahim........................................ 7
2.8 Pemecahan Masalah..................................................................................... 8
2.9 Contoh Kasus Sewa Rahim Di Indonesia Maupun Di Luar Negri................... 9




III. BAB III PENUTUP........................................................................................... 21
3.1. Kesimpulan................................................................................................ 21
3.2. Saran ........................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 22

    
 BAB I
PENDAHULUAN
     A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri untuk melangsungkan hidupnya di dunia ini, salah satu dari sifat insaniahnya itu ialah melanjutkan keturunannya sebagai pewaris peradabannya. Sifat keibuan adalah naluri yang Allah anugerahkan bagi setiap diri wanita. Bahkan mendapat zuriat adalah antara tujuan perkawinan disyariatkan oleh Alalh SWT. Allah berfirman dalam Al-Quran (QS. Al Kahfi : 46) :
المال والبنون زينة الحياة النيا
Artinya: “Harta dan anak-anak adalh perhiasan hidip di dunia”

Namun, takdir Allah SWT untuk menguji hamba-hambaNya dengan menjadikan suami isteri tidak memperolehi anak setelah mendirikan rumahtangga dalam jangka masa yang lama.Kemandulan, walaupun merupakan takdir Allah SWT dianggap sebagai suatu penyakit kerana ia bertentangan dengan keadaan yang normal. Maka usaha untuk mengubati penyakit merupakan perkara yang dituntut oleh syara’ selagi mana cara yang digunakan tidak bertentangan dengan kehendak syara’. Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara manusia mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan melalui hubungan langsung antara lawan jenis (Coitus/Bersenggama). Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi berupa inseminasi buatan (Bayi tabung).
Ilmu dan teknologi sekarang sangat canggih, tapi sedikit sekali perhatian diberikan kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya. Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan fenomena tersebut, saya akan membahas tentang permasalahan etik yang terjadi karena teknologi, yaitu inseminasi buatan / bayi tabung yang mana salah satu dari teknik tersebut adalah penggunaan sewa rahim pinjaman. Di luar Indonesia, istilah sewa rahim ini sering disebut dengan praktek surrogacy. Hal ini memang belum terjadi di Indonesia tetapi bukan berarti Indonesia dapat menutup mata atas permasalahan ini, karena permasalahan ini dilarang di Indonesia.

B.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan penyewaan rahim?
2.      Apa saja sebab atau tujuan penyewaan rahim?
3.      Bagaimana macam-macam penyewan rahim?
4.      Apa contoh yang pernah dilakukan di Indonesia atau luar negri ?
5.      Bagaimana pandangan sewa rahim menurut hukum,etika,pandangan islam ?
6.      Apa saja masalah etik keperawatan terhadap sewa rahim ?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan. Adapun tujuannya yakni sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian penyewaan rahim
2.      Mengetahui sebab atau tujuan penyewaan rahim
3.      Mengetahui macam-macam penyewaan rahim
4.      Mengetahui contoh-contoh penyewaan rahim
5.      Mengetahui pandangan sewa rahim menurut hukum,etika,pandangan islam
6.      Mengetahui masalah etik keperawatan terhadap sewa rahim








BABII
TINJAUAN TEORI
A.     Pengertian

Sewa rahim / rahim pinjaman sering disebut juga surrogate mother (Ibu pengganti),yaitu seorang wanita yang mengadakan perjanjian dengan pasangan suami istri yang mana si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami istri infertil tersebut dengan imbalan tertentu (oktavinola, 2009).
Sewa rahim yaitu menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (pasangan suami isteri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Pasangan suami istri, membayarkan sejumlah uang kepada ibu tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yang sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu tumpang akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan (saifxs, 2008).
Penyewaan rahim dalam bahasa Arab dikenali dengan berbagai nama, diantaranya         الام المستأجرة, الام البديلة, الام الكذيبة, الرم المستعار, تأجير الارحام tetapi lebih dikenali sebagai   الرحم  المستأجر dan  الام البديلةmanakala dalam bahasa Inggeris pula dikenali sebagai ‘surrogate mother’.
Menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (yang kebiasaannya suami isteri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan semula kepada pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak tersebut dikira anak mereka dari sudut undang-undang.
Kaedah ini dikenali dengan sewa rahim karena lazimnya pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak ini akan membayar sejumlah wang kepada ibu tumpang atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang (si penyewa rahim) yang sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu tumpang tersebut akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan.

B.  Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim

Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa rahim dilakukan di karenakan (saifxs,2008) :
1.      Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa kerana ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalangnya dari mengandung dan melahirkan anak.
2.      Rahim wanita tersebut dibuang kerana pembedahan Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul bebanan kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya dengan mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan.
3.      Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause) Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewakan rahimnya kepada orang lain.

  C. Macam-Macam Penyewaan Rahim
1)      Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami(sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2)      Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3)      Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Apabila suami mandul dan isteri ada gangguan kehamilan.
4)      Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (menopause).
5)      Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama.

     D. Pandangan Sewa Rahim Menurut Hukum
Di indonesia, peraturan mengenai bayi tabung diatur secara umum dalam pasal 16 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan keputusan menteri kesehatan No. 72 / menkes / per / ii / 1999 tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan. dari kedua peraturan tersebut dengan jelas dikatakan bahwa praktek surrogacy dilarang pelaksanaannya di Indonesia.
 Hal ini dipertegas dengan adanya sangsi pidana yang dapat dikenakan bagi yang melakukan ( pasal 82 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan),akan tetapi jika si pasangan suami isteri melakukan prakteksurrogacy di luar negeri yang mengizinkan praktek tersebut dan kemudian anak yang lahir dari praktek surrogacy itu dibawa ke indonesia maka akan menimbulkan permasalahan hukum mengenai status anak tersebut. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengatur mengenai status anak yang lahir dari praktek surrogacy, dan tidak ada peraturan yang dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik (oktavinola, 2009).

     E. Pandangan Sewa Rahim Menurut Hukum Islam
Dalam hal ini para ulama telah sepakat tentang pengharaman sewa rahim dalam keadaan berikut: menggunakan rahim wanita lain selain isteri, percampuran benih antara suami dan wanita lain, percampuran benih isteri dengan lelaki lain, atau memasukkan benih yang disenyawakan selepas kematian suami isteri, sebagaimana pendapat Syekh Jad Al-Haq Ali Jad Al-Haq, Syekh Al-Azhar bahwa hal tersebut hukumnya haram, karena akan menimbulkan percampuradukkan nasab.Argumen yang dikemukakan para ulama antara lain:
1)      Praktek di atas identik dengan nikah istibdha’ / zina walaupun keadaan sperma sudah dibuahi (tidak menyendiri) seperti diungkapkan oleh Dr. Jurnalis Udin: "Memasukan benih ke dalam rahim wanita lain sama dengan bersetubuh dengan wanita itu.”
2)      Qaidah usul mengatakan, "Al-Ashlu Fil Ibdha’ Al-Tahrim" (Pada dasarnya dalam urusan kelamin (percampuran) hukumnya haram). Kontrak rahim termasuk meletakan sperma pada sebuah rahim yang tidak halal baginya. Sedangkan perempuan yang rahimnya dikontrakkan jelas bukan isterinya. Sperma dari siapapun kecuali sperma suaminya, haram dimasukkan ke dalam rahimnya.
3)      Dalam surat Al-Maarij ayat 31 Allah berfirman: "Maka barangsiapa yang menghendaki selain yang demikian itu (bercampur kepada isterinya atau hamba sahaya yang dimilikinya) maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas.”
4)      Bagaimana jika alasannya dharurat (terpaksa)? KH. Rusyad Nurdin berkomentar: "Itu bukan dharurat, tapi memenuhi keinginan (bukan terpaksa tapi dipaksakan). Bila seorang wanita sakit lalu harus dioperasi dan hanya ada dokter laki-laki, itu baru dharurat, hukumnya tetap, tapi boleh dilakukan.”

F.Pandangan Sewa Rahim Menurut Etika
Masalah ini di indonesia memang belum terlalu tenar mungkin karena batasan-batasan dalam agama dan hukum yang membuat hal ini kurang terdengar dalam beberapa agama, kasus ibu pengganti / rahim pinjaman ini oleh beberapa pendapat dianggap sebagai suatu hal yang haram dan harus dilarang. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kasus ibu pengganti sama dengan konsep “ibu penyusuan” yang memang diakui dalam agama. tetapi yang diperbolehkan hanyalah jika donor sel sperma dan sel telur berasal dari suami-istri yang sah. jika salah satu (sel telur atau sel sperma) bukan berasal dari suami-istri, hal itu tidak diperbolehkan.
Hukum di indonesia sendiri tidak mempersoalkan apakah benih itu berasal dari orang lain, tetapi lebih kepada apakah anak itu lahir dari perkawinan yang sah. dengan kata lain seorang anak yang lahir diakui hanya dari ikatan perkawinan yang sah, tanpa mempersoalkan bagaimana terjadinya hal itu (dari siapa benihnya dan bagaimana caranya). tetapi di lain pihak, analisis dan tes DNA sering dipakai juga untuk menentukan siapa orangtua si anak. hal ini terjadi pada kasus laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap kehamilan seorang wanita.
Jika salah satu donor (sel sperma atau sel telur) bukan berasal dari pasangan suami istri yang sah, di indonesia hal itu masih dilarang. secara hukum, juga secara agama. secara moral itu disamakan dengan perzinaan, dan anak yang lahir tidak diakui secara hukum dan agama.
Di luar negeri (Usa, Inggris, dan Negara-Negara Eropa) juga mendapatkan payung hukum. bahkan keberadaan bank sperma / bank sel telur juga diakui oleh mereka. bahkan konstitusi Amerika menjamin hak konstitusional tiap orang untuk menentukan cara mereka memiliki anak kandung, baik melalui sanggama atau dengan cara lainnya. oleh karena itu tidak boleh ada yang melarang atau membatasi penggunaan cara-cara lain dalam memperoleh anak seperti ibu pengganti atau donor gamet dari orang lain. tetapi pada umumnya yang dilarang adalah komersialisasi dari cara-cara itu.(goldfriend, 2007)

G. Masalah Etik Keperawatan Terhadap Sewa Rahim
Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu atau etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan kesehatan. Pada kasus sewa rahim, masalah etis yang mungkin terjadi di lihat dari pendekatan teoretis, yaitu:
a)      Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu etis sewa rahim mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk menolong pasangan sumi istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara ilmiah karena penyakit atau kelainan, dan mungkin bagi wanita yang secara sengaja menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga kecantikan dan bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien yang harus dihargai oleh perawat.
b)      Perawat yang menggunakn pendekatan deontologik terhadap sewa rahim, mungkin akan mempertimbangkan bahwa secara moral penyewaan rahim tersebut merupakan hal yang buruk untuk dilakukan karena bila dipandang dari segi agama, hal tersebut mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan walaupun tidak ada penetrasi langsung dari penis ke vagina, sehingga hukumnya haram karena akan terjadi pencampuran nasab. Sedangkan dari segi hukum, dapat menimbulkan masalah dalam kaitanya dalam hal kewarisan.
      H. Pemecahan Masalah
Refleksi secara etis mengenai kemajuan teknologi sudah mulai dikembagkan di beberapa negara dengan dibentuknya komisi-komisi etis yang menjadi semacam “ hati nurani”, agar dapat diberikan pelayanan yang lebih menusiawi pada pasien. komisi dapat dikonsultasikan jika direksi dan staf etis mengalami keraguan etis dalam menjalankan tugasnya, dan komisi sendiri dapat mengambil inisiatif juga, jika menurut pendapatnya telah terjadi pristiwa yang dari segi moral menimbulkan tanda tanya, sehingga diharapakan dengan ini kesulitan-kesulitan etis dapat diatasi dengan memuaskan.Menurut AB Loubis SH, dengan merujuk pada Qararat Maj-lis Al-majma Al-fiqhi Al-Islami yang bersidang di Makkah tanggal 19-28 Januari 1985 menunjukkan bahwa yang dibolehkan oleh Islam adalah:
a)      Jika sepasang suami isteri yang sama-sama subur tapi sperma suami tidak pernah sampai secara tepat di dalam rahim isterinya, pemecahannya adalah: suami disuruh masturbasi lalu sperma yang keluar ditanamkan ke dalam rahim isterinya lewat tabung FIV.
b)      Jika sepasang suami isteri subur tapi ternyata sel yang menghubungkan telur dengan rahim terblokade. Pemecahannya dilakukan di luar rahim. Setelah terjadi pembuahan, segera ditanamkan kembali ke rahim si ibu.
c)      Jika rahim wanita lemah sedangkan suami subur dan isterinya juga, pemecahannya adalah dengan melakukan pembuahan di luar rahim lalu menitipkan bakal bayi itu ke rahim isteri lainnya yang sah (tentunya si laki-laki harus terlebih dahulu beristeri lebih dari satu).
Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan pada situasi-situasi pasien dimana perawat dapat membantu pasien dalam mengidentifikasi bidang-bidang konflik, memilih dan menentukan berbagai alternative, menetapkan tujuan, dan melakukan tindakan. Khususnya dalam masalah etis sewa rahim ini, perawat dapat menerapkan langkah-langkah tersebut dalam memberkan konsultasi pada sorang yang akan melakukan tindakan tersebut.

I.Contoh Kasus Sewa Rahim Di Indonesia Maupun Di Luar Negri
·           KASUS NYATA PRO SEWA RAHIM
a.      Kasus 1:
Surrogacy di India: rahim di Sewa
Dengan Amritapa Basu :
"Saya merasa bayi yang sedang tumbuh dalam rahim saya untuk sembilan bulan, namun saya tahu dalam hati saya bahwa pada akhirnya, saya harus berpisah dengannya. Ini merobek hatiku off setiap kali, tetapi menjadi miskin bisa membuat Anda melakukan apa pun ", kata Mili. Milis seperti banyak hidup dalam masyarakat kita yang rela menyewakan rahim mereka untuk pasangan tanpa anak untuk menambahkan sedikit tambahan pendapatan mereka yang terbatas ibu pengganti -. Sebuah isu yang telah memicu banyak perdebatan hukum dan moral.
Meskipun komersial surrogacy disahkan di India pada tahun 2002, faktor emosional dan kesehatan tetap tidak terjawab. India adalah tujuan favorit bagi pasangan internasional karena lebih murah untuk mendapatkan pengganti bersedia dibandingkan di negara maju. Telah diperkirakan bahwa jumlah total uang yang diperlukan di India - pemeliharaan rumah sakit, pengganti klinis, biaya dan pengeluaran pengiriman, pemeriksaan kesehatan rutin-up juga biaya tiket penerbangan dan hotel, datang untuk sekitar sepertiga dari harga dibandingkan dengan pergi melalui prosedur di Inggris. Seorang ibu pengganti di India dapat menerima hingga 2-3 lakh untuk melahirkan anak. Dalam kebanyakan kasus, telah diamati bahwa suami dari wanita relawan ini bertaruh setiap hari yang tidak mampu untuk mendapatkan cukup uang untuk mendukung keluarga, untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Surrogacy yang memilih oleh pasangan yang tidak mampu untuk hamil anak mereka sendiri karena masalah fisik tertentu. Mereka memilih surrogacy di adopsi karena mereka tidak ingin menghadapi ketat 'merah-tape' dari prosedur adopsi dan juga ingin mencoba semua cara yang mungkin untuk memiliki anak biologis mereka sendiri sebelum mereka pergi untuk adopsi. Pusat IVF telah meningkat pesat setelah tahun 2002 dan sehingga memiliki kerumunan pasangan calon yang datang ke India dengan harapan akan pulang dengan satu kecil mereka sendiri.
Di India, ibu pengganti cenderung dianggap orang buangan sosial. Mereka harus menjaga hal-hal rahasia seperti anak orang lain bantalan membawa serta stigma dan ostracizing sosial. Di atas itu, para perempuan harus menghadapi perlakuan tidak manusiawi di klinik. Mereka dipaksa untuk inseminasi buatan berulang dalam kasus upaya sebelumnya gagal. Mereka tidak diizinkan untuk memenuhi calon orang tua atau meminta untuk pembayaran sebelum anak diserahkan kepada pasangan. Dalam beberapa kasus kelainan genetik terdeteksi, dia dipaksa untuk pergi untuk aborsi meskipun ia mungkin pro-kehidupan dan dibuat untuk pergi melalui seluruh proses sekali lagi.
Namun, klinik-klinik kesuburan mengklaim bahwa pengganti yang diambil perawatan yang baik dari dan ketentuan untuk tidak membiarkan pengganti dan akan-menjadi orangtua adalah demi kepentingan mereka berdua. Hal ini untuk mencegah eksploitasi oleh salah satu dari mereka. Mereka mengatakan bahwa surrogacy adalah pekerjaan sosial yang mulia sebagai pasangan tanpa anak mendapatkan dikaruniai anak mereka sendiri.
Murah 'menyewa rahim' bagi pasangan dan kembali menguntungkan untuk 'rahim-membiarkan' mungkin jawabannya depan ekonomis namun dalam ketiadaan yang ketat perawatan kesehatan undang-undang, yang harus disalahkan jika kesehatan ibu pengganti itu gagal atau dia mati. Lebih sering daripada tidak, para perempuan memiliki anak cukup beberapa mereka sendiri dan dia mati dalam proses kehamilan pengganti diulang dalam upaya hiruk pikuk untuk membuat uang, apa yang akan terjadi pada anak-anaknya sendiri? Seseorang tidak boleh lupa fakta bahwa angka kematian ibu di India adalah salah satu yang tertinggi di antara negara-negara berkembang.
Dikatakan bahwa 'ibu' adalah hal terbaik yang dapat terjadi pada seorang wanita tetapi ketika rahim diletakkan keluar di sewa bukan sesuatu yang lebih dari uang yang dipertaruhkan? Setelah semua, itu lebih dari sekedar kewajiban moneter.

b.      Kasus 2:
Jasa Penyewaan Rahim Wanita Legal di India
Banyak Wanita Yang Meyewakan RahimNya
Permintaan sewa rahim dari negara-negara di dunia terus meningkat. India adalah salah satu negara yang paling menikmati tingginya permintaan sewa rahim. Wanita di India melakukan sewa rahim untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Sosiolog Australia Catherine Waldby dari University of Sydney dalam sebuah konferensi baru-baru di Brisbane mengatakan, India bisa mengalahkan Amerika Serikat untuk tempat melakukan sewa rahim terutama potensi permintaan dari negara-negara berkembang.
"Menyewakan alat reproduksi telah menjadi suatu pekerjaan bagi wanita di sejumlah tempat," kata Waldby dalam pidatonya di acara Asia-Pacific Science, Technology and Society Network Conference, yang diselenggarakan Griffith University seperti dilansir darai ABC. Pasangan suami istri di sejumlah negara kini memilih India untuk menanamkan janin dari hasil bayi tabung yang kemudian dipindahkan ke rahim wanita India atau yang dikenal dengan kehamilan pengganti.
Waldby mengatakan, pemerintah India melegalkan sewa rahim dengan membuat sebuah pusat untuk model sewa rahim. Pemerintah India juga membuat visa khusus atau visa medis untuk memfasilitasi orang yang datang untuk keperluan medis termasuk sewa rahim. India menjadi pilihan sewa rahim karena biaya operasi, tenaga ahli dan klinik kesuburan jauh lebih murah dibandingkan AS. Sewa rahim di India hanya US$ 50.000-60.000 atau Rp 50-60 juta (kurs 10.000/US$) per bayi.
Sedangkan biaya sewa rahim untuk pasangan asing dari barat dikenai biaya US$ 15.000-20.000 atau Rp 150-200 juta. Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan sewa rahim di AS yang sebesar US$ 100.000 atau Rp 1 miliar. "India sangat kompetitif menawarkan harganya dibanding AS," kata Waldby. Dia memperkirakan industri sewa rahim di India akan tumbuh sangat pesat. India mendapatkan pemasukan dari sini sebesar US$ 445 juta atau Rp 4,456 triliun pada 2-3 tahun lalu.
"Permintaan sewa rahim sangat besar dan banyak yang tidak terpenuhi karena sebagian besar negara di dunia tidak mengizinkan praktik sewa rahim komersial. Orang akan banyak melakukannya jika biayanya juga terjangkau," ujar Waldby. Waldby mengatakan bagi wanita India, menyewakan rahim adalah salah satu jalan untuk menghasilkan uang. Apalagi risiko sewa rahim juga dapat ditekan. Namun di balik manfaat uangnya, aktivis perempuan India Preetie Nayak mengatakan sewa rahim ini terus mendatangkan perdebatan publik. wanita India akan mendapat stigma buruk jika ketahuan melakukan sewa rahim.
Tapi wanita yang menyewakan rahim itu melahirkan jauh dari rumahnya. Jika ada yang menanyakan bayinya, mereka kadang mengatakan bayinya meninggal dari pada mengakui telah dibayar sebagai wanita yang menyewakan rahim.
Salah satu pasangan yang melakukan sewa rahim di India adalah suami istri Chris dan Susan Morrison asal Inggris. Dengan membayar biaya 8.000 poundsterling atau Rp 116 juta (kurs 14.500/pounds) kepada wanita India usia 24 tahun. Keduanya mendapatkan bayi kembar laki-laki yang lahir di Mumbai 1 Maret 2009 yang dinamakan Louis dan Freya. Nyonya Morrison memilih melakukan sewa rahim karena ia menderita kelainan darah yang membuatnya tak mampu hamil hingga masa penuh 9 bulan. "Ini keajaiban. Kami telah mendapat dua bayi laki-laki dan perempuan. Ada saat-saat ketika aku pikir ini tidak akan pernah terjadi," kata Morrison seperti dikutip dari Dailymail.










·        KASUS NYATA KONTRA SEWA RAHIM
a)   Kasus 1:
Penyewaaan Rahim menurut Islam
Prof. Robert Edwards
Saya terusik dengan salah satu berita yang terpampang pada harian Kompas tanggal 7 Oktober 2010 dengan waktu posting pukul 05.10 dengan judul “Vatikan Kecam Nobel Untuk Bayi Tabung”.Karena kebetulan juga saya sedang membaca Qodoya Fiqhiyah Mu’ashiroh (masalah-masalah Fiqh kontemporer) karya Dr. Muhammad Ro’fat Utsman salah satu guru besar fiqh muqorin (Fiqh lintas madzhab) di Al Azhar University maka saya ingin menuliskan sedikit tentang hal yang berkaitan dengan bayi tabung yang biasanya dalam istilah fiqhnya disebut dengan isti’jarul arham (penyewaan rahim).
Telah kita ketahui bersama bahwa prosedur penciptaan bayi tabung diawali dengan pembuahan sel telur diluar tubuh dan kemudian ditanam didalam kandungan. Dan topic yang akan kita bahas adalah pembuahan sel telur oleh sperma dari pasangan suami istri yang nantinya akan ditanam pada wanita lain. Karena kalau terjadinya pembuahan antara ovum dan sperma dari selain pasutri maka hukumnya sudah jelas-jelas haram. Makanya kita prsempit pembahasan pada pembuahan yang terjadi dari pasangan suami istri di luar rahim yang kemudian di tanam pada rahim perempuan lain.
Penyewaan rahim baik dengan suka rela atau dengan imbalan berupa materi dan dengan tujuan apapun di hukumi haram dalam islam. Pendapat tersebut mengacu kepada salah satu kitab turots karya Imam Al Barmawy yang berjudul Hasyiyah Al Barmawy ‘Ala Syarhi Ghoyati Libni Qosim Al Ghuzzy (selesai th. 1074 H.) dan pendapat Imam Romly
(W.1004 H.).
Dalam hasyiyah Al Barmawy disebutkan bahwa:jika ada seorang sayid menggauli salah satu amat (budak perempuan) yang ia miliki dan ternyata terjadi pembuahan, kemudian setelah terjadi pembuahan bakal orok tersebut dipindahkan kepada amatnya yang lain, maka apakah amat yang kedua menjadi amat mustauladah yang nanti apabila tuannya meninggal dengan otomatis ia merdeka? Untuk pertanyaan tadi Imam Syibromalisy mengatakan bahwa amat yang kedua (yang hamil dan melahirkan) tidak dihukumi mustauladah, karena asal muasal anak yang ia kandung berasal dari sel telur dan sperma orang lain.
Berkaitan dengan pernyataan tadi, Imam Romly juga mengatakan bahwa: jika ada seorang sayid (pemilik amat) meninggal dengan meninggalkan amat yang tidak hamil akan tetapi si amat telah menyimpan mani sayidnya dan dimasukan kedealam rahim agar terjadi pembuahan dengan tujuan dia dapat memerdekakan dirinya dengan lantaran kehamilannya, maka si amat tidak dihukumi mustauladah (merdeka selepas kematian sayidnya), dengan alasan si amat tadi tidak lagi dimiliki oleh sayid yang telah meninggal, akan tetapi telah berpindah tangan kepada ahli waris dari sayidnya, walaupun nasab dari anak yang dikandungnya tetap kepada si sayid.Terinspirasi dari dua buah fatwa ulama masa pertengahan tersebut, ulama-ulama kontemporer banyak mendapatkan pencerahan mengenai hukum-hukum islam kontemporer, hususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu kesehatan. Tak terkecuali dengan masalah yang kita bahas kali ini.Untuk masalah penyewaan rahim, ulama bersepakat bahwa masalah ini merupakan masalah yang terlarang dalam islam dengan menimbang beberapa alas an yaitu:
1). Tidak adanya tali pernikahan diantara pemilik sperma dan pemilik rahim.
Dalam syariat islam, syarat mutlak atas status legal/sah dari kelahiran seorang anak ke alam semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada seorang perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi kehamilan yang tidak sah, begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya penyewaan rahim, maka dihawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang dijadikan tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi-lagi islam sangat-sangat menjaga kesucian nasab.
2). Adanya hubungan syar’I (nikah) diantara hak punya anak dari rahim tertentu            dengan diperbolehkannya berhubungan badan dengan pemilik rahim tersebut.
Mungkin anda bingung memahami kalimat tersebut diatas. Begini gambarannya jika seseorang mempunyai hak berhubungan badan dengan seorang perempuan maka ia berhak menabur benihnya ke dalam rahim perempuan tersebut, dan jika ia tidak berhak berhubungan badan dengannya maka ia juga terlarang memanfaatkan rahimnya untuk menabur benih. Lah.. dalam kasus yang kita bicarakan ini masuk dalam kategori terlarang memanfaatkan rahimnya, karena perempuan tadi tidak boleh di jamah dikarenakan tidak ada ikatan resmi (nikah).Kalau si laki-laki punya dua istri bagaimana? Misalkan istri yang pertama tidak bisa hamil dan meminta istri yang kedua untuk mengandung benihnya. Dalam contoh ini kan terdapat hubungan syar’I diantara laki-laki yang punya sperma dan wanita yang diminta untuk menjadi tempat penanaman benih. Yaitu selaras dengan kaidah diatas (Jika seseorang mempunyai hak untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan, maka ia juga berhak menabur benih dalam rahim perempuan tersebut). Apakah dalam contoh ini penyewaan rahim dapat dibenarkan?Untuk masalah seperti ini, ulama berpendapat bahwa hukum dari penanaman benih kedalam rahim istri kedua (penyewaan rahim) tetap dihukumi tidak boleh dengan alasan mungkin disuatu saat nanti akan menimbulkan masalah diantara keduanya. Misal saja pertengkaran dan lain sebagainya. Padahal Al Qur’an jelas-jelas melarang pertengkaran. Wala tanaza’u fatafsyalu. Artinya janganlah kalian semua bertengkar, hal itu akan menjadikan kerugian besar (Al Anfal:46).
Jika memang sudah terjadi kesepakatan diantara kedua istri laki-laki tersebut, hukumnya bagaimana. Tetap saja dihukumi haram. Karena walaupun bagaimana pasti nanti akan muncul rasa kehilangan dari perempuan yang mengandung dan melahirkan.Dan juga kita dihadapkan pada hukum pemisahan anak dengan ibunya yang nyata-nyata telah di hukumi haram juga. Untuk menggambarkan rasa kehilangan dari perempuan yang pada awal mulanya merasa ikhlas melepas anak yang kan dilahirkannya, mungkin anda bisa nonton film india yang diperankan oleh Salman Khan, Karisma Kapoor dan Pretty Zinta dengan cerita yang hampir mirip dengan deskripsi masalah diatas.
3).  Rahim tidak termasuk dalam barang yang bisa diserah terimakan dengan imbalan materi misalkan dengan disewa atau diperjual belikan atau dengan tanpa imbalan misalkan dipinjamkan atau diserahkan dengan sukarela.
4). Syara’ mengharamkan setiap perbuatan yang dapat menimbulkan terjadinya persengketaan.
5).  Adanya larangan agama atas hal yang dapat menimbulkan ketidak jelasan nasab.
6). Terkadang dapat terjadi penyia-nyiaan terhadap anak yang dihasilkan dari penyewaan rahim, misalkan saja kalau terjadi cacat pada anak tersebut atau hal-hal yang tidak dapat diterima oleh pihak penyewa, dan pihak yang disewa juga tidak mau merawatnya karena tidak termasuk dalam perjanjian.

b)      Kasus 2:
Semarang, Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Tapi jangan salah, praktik sewa rahim ternyata sudah banyak dilakukan secara diam-diam dan tertutup di kalangan keluarga. Seperti apa sewa rahim di Indonesia?“Ada tapi diam-diam,” kata aktivis perempuan Agnes Widanti dalam seminar ‘Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral, dan Legal’ di Ruang Teater Thomas Aquinas, Universitas Katolik (Unika) Soegiyapranata Semarang, Jl Pawiyatan Luhur, Sabtu (5/6/2010).
Agnes yang juga pengajar Unika dan koordinator Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jateng itu mengacu pada thesis mahasiswinya yang berjudul ‘Penerapan Hak Reproduksi Perempuan dalam Sewa-menyewa Rahim’. Thesis itu mengambil lokasi di Papua dan menjelaskan adanya sewa-menyewa rahim.“Hanya, sewa-menyewa itu tak pernah dimasalahkan karena dilakukan dalam lingkup keluarga. Jadi ada keponakan yang menyewa rahim tantenya agar bisa mendapatkan anak,” imbuh perempuan bergelar profesor ini.
Kasus sewa rahim yang sempat mencuat adalah pada Januari 2009 ketika artis Zarima Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha. Zarima, menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan mendapat imbalan mobil dan Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut. Tapi kabar ini telah dibantah Zarima.Menurut Agnes, jika kasus sewa rahim Zarima tidak dapat diverifikasi, thesis yang dilakukan mahasiswanya benar-benar terjadi yang praktiknya dilakukan diam-diam.
Sebab itu, Agnes bersama dua pembicara lainnya dalam acara itu, Liek Wilardjo (Dosen UKSW Salatiga) dan Sofwan Dahlan (Pakar Hukum Kesehatan Undip), berharap pemerintah memperhatikan masalah tersebut. Sewa-menyewa rahim bukan persoalan biologis semata, tapi juga kehidupan dan kemanusiaan.“Selama ini, hukum terlambat merespon kebutuhan,” kata Sofwan Dahlan.
Baik Agnes maupun Dahlan menyebut wacana sewa rahim bukan bermaksud latah, melainkan antisipasi terhadap problem kehidupan. Tidak menutup kemungkinan, banyak pasutri yang ingin melakukan sewa rahim, sehingga memilih ke luar negeri karena di dalam negeri belum diizinkan.Seorang peserta seminar, dr Iskandar mengaku menerima keluhan pasutri yang kesulitan mempunyai keturunan karena faktor biologis si perempuan. “Saya tak bisa menyarankan mereka agar sewa rahim karena memang di negara kita tak ada payung hukumnya,” katanya.
Seminar yang digelar Magister Hukum Kesehatan itu diikuti sekitar 100 orang. Mereka terdiri dari mahasiswa, kalangan medis, dan aktivis sosial.Larangan sewa rahim di Indonesia termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan.Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga hanya mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung yang boleh dilakukan tapi tidak dengan penyewaan rahim.
c)    Kasus 3:
Fenomena Sewa Rahim: Siapa yang Rugi?
Akhir-akhir ini marak berita mengenai artis Zarima Mirafsur yang rela menyewakan rahimnya pada sepasang suami istri kaya raya di Surabaya. Imbalannya tidak tanggung-tanggung, uang 50jt plus sebuah mobil. Namun kabarnya Zarima menyangkal berita itu dan mengatakan kalau ia tidak akan pernah menyewakan rahimnya untuk sebuah bayaran.Penyewaan rahim sebenarnya sudah terjadi di Eropa sejak lama. Bayarannya pun cukup menggiurkan, sekitar USD 40.000 untuk jangka waktu penyewaan selama 9 bulan kandungan. Sementara di Asia, terutama di India dan China, bisnis penyewaan rahim berharga di bawah USD 5.000. Di negeri kita sendiri bisnis ini telah ada sejak 1970, yaitu sejak ditemukannya program bayi tabung.
(dari berbagai sumber)
Dalam program bayi tabung, sprema suami dan sel telur istri dipertemukan dalam tabung, lalu ditanamkan dalam rahim si istri, jadi pembuahan dilakukan diluar rahim. Dalam hal ini berarti si anak benar-benar adalah anak kandung dari kedua suami istri tersebut.
Nah sekarang ini ada yang lebih aneh yaitu bahwa pembuahan tetap dilakukan di dalam rahim, namun rahim itu milik wanita yang disewa. Ini berarti sel telur yang dibuahi adalah bukan sel telur istri yang sah. Jadi si suami melakukan hubungan sexual seperti biasa namun dengan si wanita sewaan yang tentunya telah mereka pilih bibit, bebet dan bobotnya dan disertai perjanjian tertentu dan pembayaran sejumlah yang telah disepakati. Alasan mereka melakukan ini bisa bermacam-macam, bisa karena si istri memang tidak bisa mengandung karena berbagai hal (penyakit tertentu), atau karena memang si istri ogah menjalani repotnya hamil, sakitnya melahirkan, serta betapa berantakannya bentuk tubuhnya setelah beranak nantinya.
Menurut MUI jika pembuahan dilakukan di luar perkawinan artinya itu adalah zina. Dalam kasus ini perzinahan memang telah terjadi, bagaimana tidak karena si suami melakukan hubungan sex dengan wanita lain. Meskipun wanita itu telah dibayar, dan atas ijin si istri, namun dalam segi moral ini adalah sebuah legalisasi perzinahan.







BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Setelah kami gali, kaji, dan paparkan maka kami dapat memberikan kesimpulan bahwa :
1).Penyewaan rahim hukumnya haram, hal ini sesuai dengan kesepakatan
Para ulama’ yang bertumpu pada undang-undang syari’at Islam dan undang-undang Negara
2)..Adapun Bentuk penyewaan rahim yang tidak disepakati pengharamannya oleh para ulama’ ialah sperma suami dan ovum isteri yang disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain bagi suami yang sama, atas hal ini ada ulama’ yang mengharamkan dan ada juga yang mengharuskan.
B.     SARAN
Pemerintah hendaknya tegas terhadap permasalahan ini, karena jika tidak, masalah penyewaan rahim wanita bisa merugikan kaum perempuan yang sampai saat ini masih dikesampingkan suaranya dan juga akan mengakibatkan penyelisihan diantara orang-orang yang berkaitan dalam masalah ini  dikemudian hari (bertentangan dengan Maqasid As Syari’ah).                                  











DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Surrogate Motherhttp://oktavinola.blogspot.com./surrogate-motheribu-pengganti_28.html(12 november2009)
Goldfriend.2009.Sewa Rahim Dari Segi Etika Kesehatan.
Ismani, nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Priharjo, Robert. 1995. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Saifxs.2008.Makalah Bayi Tabung